Wednesday 8 June 2011

Orang miskin nggak selamanya miskin

Diskusi tadi siang di kelas tiba-tiba menampar benak saya.

Tadi siang, kelas kami tengah mendiskusikan tentang semacam strategi public relation. Kelompok yang presentasi di depan kelas berkata bahwa mereka akan membuat program beasiswa. Seorang teman saya kemudian bertanya, "apakah efektif program semacam itu? bagaimana kalo uangnya tidak dipakai sekolah? orang tidak mampu kan cenderung lebih memikirkan masalah perut?"
Mendengar pertanyaan tadi, saya jadi berpikir. Orang miskin nggak selamanya berpikir sekerdil itu. Mungkin teman saya itu tidak pernah bergaul dengan kalangan bawah, atau SES C dalam Kamus Besar Bahasa Gaul Periklanan. Atau mungkin itu yang jadi cara pandang kebanyakan orang sekarang?

Oke, memang tidak adil kalau melakukan generalisasi seperti itu. Tapi yaa.. itu yang sering saya lihat di sekitar saya. Ada seleb (lupa siapa, nggak terlalu terkenal) yang diwawancarai tentang kondisi ekonomi dan masyarakat di acara info-tai-nment di TV, yak sekali lagi di TV, berkata kalau orang kecil itu nggak butuh pendidikan tinggi. Mereka cuma perlu menggarap ladang, udah hepi. Lalu ada banyak orang, berkata bahwa masyarakat rural itu terlalu percaya dengan kearifan lokal, yang dianggapnya cuma omong kosong. Dalam diskusi kami di kelas periklanan, sering kali kami berasumsi sendiri bahwa masyarakat kelas bawah itu pola pikirnya sederhana, kurang berpendidikan, nggak bisa mikir rumit, dll.

Well, nyatanya nggak juga. Saya ingat ada banyak buruh yang bercerita ke saya, mereka nggak ingin anaknya jadi seperti orang tuanya yang bodoh dan miskin. Anak-anaknya harus sekolah setinggi mungkin, walaupun nanti harus berhutang sana-sini untuk biaya sekolah. Walaupun mereka tidak sekolah, mereka juga punya visi.
Seorang tukang tambal ban juga menyadarkannya kepada saya. Waktu itu, bapak tukang tambal ban yang sudah cukup tua itu kesulitan untuk melepas ban motor saya. Waktu saya berniat membantunya, tiba-tiba si bapak menyuruh saya mencari tukang tambal ban lain. Bapak tua itu tersinggung. Mungkin karena dia tidak suka dianggap lemah dan tidak berguna, padahal dia dibayar untuk pekerjaan itu.. Mereka juga punya harga diri.
Kadang kita sering merasa kita jauh lebih pintar dari mereka.
Sering kita menganggap kita tau yang paling baik buat mereka.
Well..
Sesekali cobalah ngobrol dengan orang kecil. Seringkali kita akan menemukan harta karun dalam pembicaraan kita. Harta yang bernama kebijaksanaan.

*okay, later folks. i need some sleep now

No comments:

Post a Comment